GPIB, Jakarta – Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) menemui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam mempersiapkan cara baru bergereja.
“Istilah new normal bukan sesuatu yang baru bagi kita,” kata Pendeta Paulus Kariso Rumambi, Ketua Umum Majelis Sinode GPIB, Sabtu, 30 Mei 2020. “Sejak dua tahun lalu kita sudah mempersiapkan tatanan baru bergereja, yang dimasukkan sebagai bagian dari arah pelayanan gereja.”
Transisi ibadah versi tradisional menuju ke ibadah digital pasca pandemi tidak berlangsung terlalu sulit, karena memang sejalan dengan rencana gereja.
“Gereja harus selalu kontekstual,” kata Sekretaris Umum Majelis Sinode GPIB, Pendeta Marlene Joseph. “Ketika tatanan hidup masyarakat berubah berbasis digital, gereja pun secara gradual telah melakukan berbagai upaya menuju ke sana. Ini menjadi lebih kontekstual saat kondisi pandemi memang tidak memungkinkan orang untuk bertemu langsung.”
Sejak pertengahan Maret 2020, 326 gereja lokal dan cabang gereja lokal di bawah GPIB yang tersebar di 26 provinsi telah melakukan berbagai transformasi bentuk ibadah. Dari tatap muka, semua ibadah dialihkan berbentuk online melalui live streaming.
Pada pertemuan dengan BNPB hari ini, Pdt. Rumambi berkoordinasi dengan Ketua BNPB Doni Munardo dalam persiapan transisi bentuk peribadahan baru di masa New Normal.
“Kita sudah merancang protokol untuk berbagai bentuk peribadahan gereja,” kata Pdt. Rumambi. “Pada saat peribadahan dibuka, jumlah umat diatur sekitar 25 persen dari kapasitas. Umat yang tidak tertampung akan dialihkan ke jam ibadah tambahan dan ibadah online. Pada tahap awal kami juga melakukan pengamanan dengan membatasi usia mereka yang bisa mengikuti ibadah (di bawah 50 tahun).”
Sejak awal April 2020, GPIB telah melakukan berbagai upaya penanggulangan Covid-19 di bawah koordinasi Satuan Tugas. Berbagai kegiatan telah dilakukan termasuk pendataan umat dan pengurus gereja, program penanggulangan dampak ekonomi, program penyemprotan disinfektan kepada gedung gereja, sekolah, masjid dan pemukiman warga dan bantuan kesehatan termasuk mengadakan rapid test.
“Program-program bantuan ini dilakukan baik internal, maupun eksternal,” kata Miranda Goeltom, tim penasihat dari tim Satgas bentukan GPIB. “Dalam kondisi perlambatan ekonomi secara nasional, program- program bantuan ekonomi, baik dalam bentuk natura maupun dukungan usaha, bisa membantu dalam mengatasi kemungkinan bertambahnya warga yang menerima bantuan sosial dari negara.”
Hingga saat ini GPIB melalui Satuan Tugas Pusat maupun Daerah telah memberikan bantuan kepada umat yang terdampak baik dalam bentuk tunai maupun natura dan juga untuk masyarakat umum berupa sembako. Demikian yang disampaikan Ketua Tim Satgas GPIB Tommy Masinambow.
“Bantuan tidak hanya disampaikan di kota-kota besar, tapi juga sampai ke daerah pulau terluar seperti Sangihe, Mentawai dan NTT. Bantuan juga disampaikan ke kota-kota di luar Jawa seperti Balikpapan, Minahasa, Samarinda, Ambon dan Papua“, kata Tommy Masinambow. “Bantuan alat kesehatan juga diberikan ke beberapa rumah sakit dan puskesmas seperti Alat Perlindungan Diri (hazmat suit, face shield, masker, sepatu boot) dan obat-obatan serta vitamin.”
GPIB adalah gereja multikultural yang terdapat di 26 provinsi di Indonesia. Ada 326 gereja lokal dan 296 cabang gereja lokal yang berada di bawah GPIB, tersebar di kota-kota besar sampai ke daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
“Menyadari bahwa GPIB bisa menjangkau sampai ke pelosok, GPIB menjadi wadah strategis yang bisa mendukung upaya pemerintah dalam berbagai upaya penanggulangan Covid-19”, kata Pdt. Marlene. “Ini sejalan dengan tema tahun 2020-2021 kita, yakni menguatkan tatanan bergereja agar bisa jadi berkat bagi umat dan masyarakat secara umum.”
Dalam pertemuan itu, GPIB diwakili Pdt. Kariso Rumambi, Ketua Umum Majelis Sinode GPIB, Ibu Pnt. Miranda Gultom dan Bapak Andi Wijayanto penasehat Satgas Penangan Covid-19 dan Dkn. Adri Manafe, anggota Satgas Covid-19. (lip)