Gereja Protestan di Indonesia (GPI) melaksanakan Webinar Nasional. Tema yang diusung tak tanggung-tanggung yang lagi menjadi sorotan publik, Undang-undang Cipta Kerja: Bagaimana Memahaminya dan Implikasinya Bagi Kehidupan Bangsa.
Yang menjadi menarik, webinar yang dilaksanakan 14 Oktober 2020 bisa menghadirkan sosok fenomenal Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan MPA Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Pdt Gomar Gultom M.Th Ketua MPH-PGI dan beberapa narasumber berkompeten di bidangnya.
Mengapa bangsa ini memerlukan UU Cipta Kerja? Secara tegas Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan MPA mengatakan, terlalu banyak perizinan dan peraturan serta turunannya, yang jumlahnya mencapai 521 izin. Izin tumpang tindih di pemerintahan lokal dan nasional.
Melalui UU Cipta Kerja, katanya, diharapkan tidak ada lagi praktik kartel dan monopoli di sektor strategis seperti pertambangan dan agrikultur dan pencegahan korupsi di sektor swasta. Dalam UU Cipta Kerja ini, mengubah pendekatan dari berbasis izin ke berbasis risiko.
“Risiko tinggi, perizinan berusaha berupa izin. Risiko menengah, perizinan berusaha berupa standar. Risiko rendah, perizinan berusaha berupa pendaftaran Nomor Induk Berusaha,” tandas Luhut.
Ketua Umum GPI, Pdt Liesye A. Sumampouw berharap melalui webinar ini mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang pentingnya ada UU Cipta Kerja ini, substansi, dan bagaimana memahaminya.
“Tentu kita juga sebagai bagian dari masyarakat bangsa ini, tidak mengingkan adanya produk undang-undang yang dapat menyengsarakan rakyat. Kita semua yakin bahwa pemerintah kita tidak pernah bermaksud demikian,” kata Pdt Liesye.
Ketika terjadi penolakan dari masyarakat sipil setelah disahkan, maka gelombang protes berlangsung secara masif hampir di seluruh pelosok negeri, bahkan sudah berlangsung secara anarkhis. “Sesuatu yang tentu tak kita inginkan,” imbuhnya.
Bakti Nendra Prawiro, M.Sc, M.H, Ketua Umum PIKI salah satu narasumber dalam webinar itu mengatakan, UU Cipta Kerja diharapkan meningkatkan investasi oleh investor dalam dan luar negeri, menstimulus usaha UMKM, menciptakan lapangan kerja dan meminimalkan praktik-praktik koruptif.
Sejak digagas oleh presiden Joko Widodo pada tahun 2019, RUU Cipta Kerja dilaporkan telah melalui proses sosialisasi kepada berbagai unsur masyarakat dan pembahasan di DPR dan DPD hingga disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020.
UU Cipta Kerja yang terdiri dari 11 klaster dapat dianggap sebagai Kitab Undang-Undang Hukum untuk Usaha dan Kerja yang diharapkan menguntungkan bagi pengusaha dan pekerja.
UU Cipta Kerja sebagai Omnibus Law menghimpun pasal-pasal yang relevan dan berkait dari 79 UU dengan tujuan mengharmonisasi ketentuan-ketentuan secara integral dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing pada semua jenis usaha.
“Terlepas dari harapan yang terkait dengan UU Cipta Kerja ini, masih dibutuhkan kerja keras dan konsistensi dari semua pihak terutama pemerintah untuk keberhasilannya. Bahkan mungkin perlu dipertimbangkan beberapa omnibus law lainnya demi mengokohkan pembangunan Indonesia. Khususnya PIKI menganggap perlu adanya omnibus law untuk berbagai UU sosial kemasyarakatan agar sinkron dengan Pancasila dan UUD 1945,” kata Bakti. /fsp