Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto di Gereja Zebaoth Bogor menandatangani Buku 100 Tahun GPIB Zebaoth Bogor disaksikan antara lain KMJ Zebaoth Pdt Omiek Kaharudin, Ketua Panitia Daud Darenoh.
Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto sangat menyenangi keberadaan Gereja Zebaoth Bogor yang telah mencapai usi 100 tahun. Itu dibuktikan atas kehadirannya di Gereja yang berada dalam kompleks Istana Presiden di Bogor berkaitan dengan pelaksanaan Seminar kebangsaan dan peluncuran buku sejarah Zebaoth Bogor memperingati 100 tahun, Sabtu (23/11/2019).
Selain Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto yang datang dan diterima KMJ Zebaoth Pdt. Omiek Kaharudin S.Th dan Ketua Panitia Pelaksana Pnt Daud Nedo Darenoh, SE yang juga Kepala Dispenda Kota Bogor, seminar juga menghadirkan narasumber KH Mustofa Abdullah bin Nuh yang juga Ketua MUI Kota Bogor dan Prof Dr Rudy Ch Tarumingkeng, profesor IPB sebagai saksi sejarah. Sosok saksi sejarah lainnya yang hadir dalam kesempatan itu antara lain Mantan Menteri Pertanian Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec, Pdt. O.E.Ch Wuwungan D.Th dan Pdt. Cornelis Wairata, M.Th.
Seminar yang berlangsung didalam ruang ibadah GPIB Zebaoth ini diikuti 400 peserta yang berasal dari FKUB, Basolia, Pemda Kota Bogor, TNI dan Polri, mahasiswa IPB serta masyarakat umum dan warga jemaat GPIB Zebaoth.
Kecintaan Bima Arya Sugiarto terhadap gedung gereja Zebaoth tegas diperlihatkan saat menyampaikan sambutannya. Orang nomor sati di Kota Bogor ini mengucapkan selamat bagi Gereja Zebaoth yang berusia 100 tahun pada 30 Januari 2020. Bima Arya mengharapkan dalam satu abad gereja ini untuk bersama-sama dengan pemerintah kota Bogor mengambil peran membangun Kota Bogor.
“Jadi di momentum satu abad ini kita akan lakukan bukan saja merefleksikan ke belakang tapi ancang-ancang untuk ke depan, bagaimana Zebaoth bisa mempelopori kebersamaan di Kota Bogor bersama-sama pemerintah kota melakukan langkah-langkah jemaat yang ada itu bisa atensi terhadap kebersamaan,” kata Bima Arya.
Menurut Bima Arya, kerja konkrit yang bisa dikerjakan bersama-sama yakni program sampah dan program menanam.
“Saya apresiasi dan senang sekali. Dan ada wacana juga untuk menjadikan Zebaoth ini sebagai salah titik destinasi wisata. Konsepnya harus dikuatkan dan dibicarakan oleh pemerintah kota,” kata Bima Arya.
Ia meminta, sebagai gereja tertua yang memasuki usia 100 tahun pada tanggal 30 Januari 2020 mendatang, Zebaoth harus berperan aktif dalam program wisata religi.
“Jadi bukan hanya ibadahnya saja. Tapi ada sisi gereja ini yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan religi bagi wisatawan,” tandas Bima Arya.
Berdasarkan sejarah, GPIB Zebaoth Bogor, dulu dikenal dengan nama Koningin Wilhelmina Kerk dan sekarang disebut Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Zebaoth Bogor.
Dikatakan bahwa budaya yang dipunyai Kota Bogor harus menjadi daya tarik yang kuat sehingga budaya itu dapat meningkatkan kebersamaan semua warga.
“Kita memang berbeda tapi perbedaan itu bukan menjadi satu halangan untuk membangun kebersamaan. Ada berbagai event di kota ini, seperti cap gomeh dan lainnya. Itu bukan soal ibadahnya tapi budayanya yang merupakan daya tarik bagi kita semua sebagai warga.
Saya contohkan dan kita harus belajar dari Kabupaten Banyuwangi yang dikenal saat ini dengan event-event budaya yang berdampak bagi warganya,” ujar Bima Arya.
Menurutnya, jika kota lain masih sibuk mencari jati diri, Kota Bogor sudah memilikinya sejak lama. Kota Bogor punya sejarah, punya katakter. Sejarah dan karakter ini menjadi kekuatan ikatan yang sangat kuat. Kota Bogor menjadi kota pusat perdamaian demi masa depan. “Ya, kalau bocor dikit-dikit ya biasalah,” katanya.
Ia menolak anggapan orang yang menyebut Kota Bogor adalah kota intoleran antar umat beragama. “Darimana rumus itu. Tanya dulu baru bicara. Perbedaan adalah keniscayaan. Tapi kebersamaan harus diperjuangkan,” ujar Bima Arya disambut tepuk tangan peserta.
Bima Arya menegaskan, setiap hari raya Natal, dirinya selalu melakukan kunjungan ke gereja dan mengucapkan selamat Natal. Ia mengajak semua warga Kota Bogor terus mengedepankan toleransi.
“Terlalu banyak kita kedepankan perbedaan, maka kita berjalan mundur. Mari kita utamakan toleransi. Tujuan hidup kita hanya satu yakni, terciptanya perdamaian,” imbuhnya.
Ketua MUI Kota Bogor KH. Mustofa yang lebih dikenal dengan Ustad Toto warga Kota Bogor harus belajar dari Suriah. “Saya dulu pernah tinggal di sana dengan warga dan budayanya yang bagus sekali. Tapi sekarang karena ada kasus intoleransi, negara itu hancur. Kita di sini bersyukur ada ormas seperti NU dan Muhamdiyah sehingga kita bisa membangun kebersamaan. Kita harus terus mendorong agar kebersamaan antar lintas agama bisa diperkuat sehingga di akhir zaman ini kita bersama-sama bisa mengatasi persoalan yang ada,” katanya.
“Sebagai warga Kota Bogor, kita harus bersyukur hidup di negara Indonesia ini. Kita harus bersyukur hidup di NKRI yang heterogen, namun aman dan damai. Kita bukan se-agama tapi kita saudara dalam kemanusiaan. Musuh kita bukan karena kita berbeda suku, ras, warna kulit dan agama. Tapi musuh kita hanya satu yaitu setan.”
Situasi yang terjadi dibeberapa negara di Timur Tengah, akibat dari sekelompok orang yang tercecer yang menjadi penyembah setan. Kelompok penyembah setan diakui KH Mustofa menjelang akhir zaman, mereka terkesan berkuasa, walau diakui jumlahnya tak seberapa.
“Sifat setan itu yakni, tidak ingin manusia di bumi ini akur. Makanya dengan berbagai cara, mereka mengadu domba. Kristen di adu dengan Islam. Bahkan Islam dengan Islam pun di adu domba. Ini pola penyembah setan. Tapi yakin, kebenaran Tuhan akan mengalahkan mereka, jika waktunya tiba,” imbuhnya.
Pembicara lainnya yaitu, Prof. Dr. Rudy. Ch. Tarumingkeng menjelaskan awalnya gereja Zebaoth ini digunakan oleh orang Belanda dan orang indo yang ada di Bogor ini. Sebelumnya jemaat bergereja di Gereja Bethel Bogor dulu disebut GPI. Setelah kemerdekaan 1945, proses pemindahan pemerintah Indonesia maka proses pemindahan jemaat juga dilakukan pada tahun 1950.
“Tahun 1957 waktu itu orang-orang Belanda diusir karena Trikora waktu itu dan kemudian dihibahkan ke Indonesia. Waktu itu saya sebagai pemuda juga bertanya, kapan pengelolaan gereja ini diberikan kepada kita? Akhirnya diberikan ke kita dan kepada GPIB tahun 1957 dan dipimpin oleh Pdt. Tiendas yang melayani hanya 1,5 tahun saja,” tuturnya.
Tugs utama Pdt. Tiendas waktu itu adalah menyatukan jemaat orang Belanda dan orang pribumi. Pdt. Tiendas hanya sebentar karena saat pimpin ibadah di Oktober 1958 ia jatuh saat kotbah dari mimbar dan meninggal dunia lalu dilanjutkan kotbahnya oleh Pdt. Rumambi,” katanya.
fsp