Jakarta, GPIB – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meminta Pemerintah berhati-hati terhadap keputusan yang dikeluarkan yang menetapkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai kelompok teroris.
Status itu diumumkan oleh Menko Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia pada pada 29 April 2021 lalu. Pelabelan itu, menurut PGI dikhawatirkan berdampak psikososial pada masyarakat Papua. Juga bagi warga Papua yang berada di daerah perantauan.
Menyikapi Rentetan peristiwa kekerasan yang terjadi di Pegunungan Tengah Papua, PGI meminta negara lebih hati-hati mengenai keputusan tersebut. Pendekatan kekerasan dan security approach yang digunakan selama ini terbukti tidak menyelesaikan masalah Papua, selain hanya makin menimbulkan kebencian di kalangan rakyat.
Humas PGI Philip Situmorang dalam rilisnya 30/4/2021 meminta Pemerintah fokus kepada akar masalah Papua dengan pendekatan humanis dan kultural menuju Papua Tanah Damai. Sudah banyak hasil kajian yang menunjukkan upaya menuju ini, semisal “Road Map Papua”, yang dikeluarkan oleh LIPI, sebagai hasil studi dan kajian secara komprehensif bertahun-tahun.
Dalam menyelesaikan masalah Papua sebaiknya dengan solusi damai. Dengan car aini akan jauh lebih bijaksana daripada menambah rumit upaya damai yang terus disuarakan oleh Gereja-gereja di Indonesia.
Pemerintah harus tetap optimis bahwa jalan damai bagi Papua itu langkah yang benar dan tepat seperti pengalaman yang sukses di Aceh. Menurut PGI, meningkatnya eskalasi kekerasan di Pegunungan Tengah Papua akhir akhir ini perlu dievaluasi Pemerintah secara menyeluruh. Peran Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan di daerah perlu ditingkatkan secara signifikan untuk memediasi dan mengakhiri kekerasan di Pegunungan Tengah Papua.
Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan baru yang lebih manusiawi bagi masyarakat Papua, dan wibawa negara dihormati karena bijak menyikapi situasi Papua.
Pemerintah perlu memberikan perhatian penuh terhadap ribuan warga di pengungsian yang terpaksa mengungsi dan meninggalkan kampung halaman mereka sebagai akibat dari operasi militer di Nduga, Intan Jaya dan Puncak Papua. /fsp