Komisi Germasa dan Lingkungan Hidup GPIB Immanuel Depok usai menyelengarakan Seminar Kebangsaan. Seminar menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya, yakni K.H. Drs. Zainuddin, Tokoh NU Kota Depok, Pdt Jacky Manuputty Sekretaris Umum PGI dan Anis Hidayah Aktivis HAM.
Seminar yang dilaksanakan pada Sabtu 30/11/2019 ini berjalan lancar dipandu moderator Pdt Sylvana Maria Apituley Ketua Dept Germasa GPIB yang juga merupakan Staf Kepresidenan RI. Seminar yang diawali dengan ibadah dipimpin Pdt Yohanes Nico, Pendeta Jemaat GPIB Immanuel Kota Depok.
Ketua II PHMJ GPIB Immanuel Pnt. Gerard M. Lalamentik menyatakan rasa syukurnya seminar bisa berjalan lancar dan menyatakan terimakasihnya untuk semua peserta yang ambil bagian dalam seminar ini. Dan kepada pembicara menghaturkan banyak terimakasih bisa memberikan banyak masukan bagaimana seharusnya hidup berbangsa dalam bingkai NKRI.
Seminar yang dihadiri sebanyak 130 orang peserta ini memberi banyak masukan bagi peserta yang hadir bagaimana menyikapi kondisi bangsa yang akhir-akhir ini terus diguncang berbagai persoalan. Persoalan yang dibahas dalam seminar itu antara lain soal berbangsa dan kaitannya dengan radikalisme yang lagi marak. Tak heran saat peserta diberi kesempatan untuk bertanya kepada narasumber tak sedikit peserta yang melontarkan berbagai pertanyaan.
K.H. Zainuddin dalam kesempatan itu menguraikan soal kisruh yang dihadapi bangsa ini karena amarah. Carut marut yang terjadi ditataran masyarakat hingga menimbulkan kebencian itu dimulai dari amarah. “Jadi saya minta jangan ada yang marah-marah, jangan suka marah. Suami jangan marah ke istri, istra jangan marah ke suami,” tuturnya.
Dikatakan bahwa kekacauan yang terjadi di negara-negara belahan Arab itu karena kemarahan. “Marah ini merupakan asal-usul peperangan,” tandasnya seraya berharap kalau marah sebaiknya marah dengan santun, amarah yang dilakukan dengan pengendalian diri.
Sementara itu, Pdt Jacky Manuputty mengajak untuk melihat kepentingan bersama untuk mencapai sebuah perdamaian. Ia mencontohkan seorang anak yang dipukul didepan orang banyak yang mengakibatkan khalayak ramai marah. Semua orang akan marah karena melihat seorang anak yang disiksa.
Ia juga meminta untuk tidak mempermasalahkan sekte lain yang tidak mau melakukan salam Natal. Cari celah untuk tetap bersahabat walau seseeorang itu tidak mau melakukan salam Natal. Terus cari cara-cara untuk melakukan kerja sama-kerja sama, misalnya, dalam hal penanganan krisis seperti bencana alam dll. “Tapi saya minta jangan sok-sok an memamerkan identitas. Lakukan saja secara diam-diam, serahkan bantuan tanda tangan, selesai,” tutur Pendeta GPM ini.
Gaya sok-sok an ini, kata Jacky, adalah mentalitas minoritas yang selalu merasa tersudut. Sekali dia eksis dia akan tunjukkan bahwa dia powerfull. Niat baik memang bagus, tapi niat baik saja tidak cukup, perlu mengetahui banyak hal menyangkut tradisi agama seseorang jika hendak memberi bantuan. Jacky mencontohkan, dalam hal pemberian bantuan hewan kurban di Islam ada aturan yang harus dilakukian, tidak hanya sekadar membeli hewan kurban dan diserahkan. “Kalau kita yang membeli hewan kurban dan menyerahkan ke pihak Muslim itu dianggap sebagai sumbangan bukan kurban,” tandas Pdt Jacky.
Ia juga menyinggung soal eksistensi Muslim dalam hal keorganisasian. Kalau masjid bisa didatangi dari muslim bermacam-macam. Kalau gereja belum tentu, hari ini mereka pecah, dia akan pergi bikin gereja lagi. “Bentrok sana, bikin gereja sana,” tandasnya. Soal SKB dua Menteri, Pdt Jacky mengajak untuk tidak selalu melakukan pendekatan dengan Hukum Positif. Pendekatan kebudayaan harus kita lihat dan tempuh. fsp