GPIB, Lawang – Anak-anak berlarian menuju Ibu Ella Natalie Poluan untuk memeluknya. Pagi itu, Jumat (17/7), rasa kangen mereka terobati ketika melihat ibu pengasuhnya kembali setelah lebih dua minggu tidak bertemu. “Kok mama (sapaan Natalie Paula) lama sekali sih,” kata Ani, salah satu anak yang tubuhnya besar dan yang lain ikut pula memeluk Ibu Natalie.
Ellen Natalie Poluan atau akrab disapa Mama Ellen yang menjabat sebagai kepala Rumah Asuh Anak dan Lansia (RAAL) Griya Asih, di Jalan Pramuka Rt 06/Rw 07, Desa Ngamarto, Lawang, Jawa Timur sudah hampir dua tahun. Di luas tanah sekitar 2600 meter persegi dengan 5 bangunan, aktivitas berjalan seperti biasa hari itu.
Ia mengaku awalnya tidak ada pikiran apa-apa ketika pertama kali ditawari menjadi kepala RAAL Oktober 2018 silam dan menerima saja. Maka mulailah ia bercerita bagaimana ia memimpin sejak menginjak pertama kali di RAAL hingga masa pandemi Covid-19.
“Seperti ada ikatan batin antara saya dan anak-anak dan juga oma-oma yang ada di sini. Ya seperti itu tadi. Mereka peluk saya bahkan untuk yang oma-oma, ketika saya akan berangkat, mereka bilang, pulangnya kapan? Kembali lagi ke sini kan? Jadi mereka seperti tidak rela jika saya pergi,” katanya dengan nada pelan menahan haru atas sambutan anak-anak pada dirinya.
RAAL Griya Asih sudah berdiri sejak 26 tahun silam, tepatnya 5 Juli 1994. Sekarang di sini, kata Ellen, ada 12 anak, 8 diasuh di RAAL ini, 2 dengan orang tua mereka dan 2 sedang kuliah di Surabaya dan 19 lansia perempuan. “Untuk lansia rata-rata berusia di atas 75 tahun dan kebanyakan mengunakan kursi roda.”
Kegiatan sehari-hari anak-anak yang diasuh, setelah bangun sekitar pukul 4 pagi, membantu bersih-bersih, lalu sarapan hingga mereka siap-siap untuk ke sekolah pukul 6 pagi. “Tapi saat pandemi ini, mereka belajar lewat online sejak pagi jam 7 hingga siang. Setelah selesai, mereka makan siang hingga sore pukul 4 lalu mandi dan belajar, makan malam pukul 7 dan setelah itu tidur pukul 9 malam. Sedangkan oma-oma aktivitas pagi mulai pukul 7, setelah sarapan, mereka akan berjemur di luar sambil gerak-gerak badan dan diperiksa kesehatannya hingga pukul 9. Kemudian mereka istirahat dan melakukan aktivitas ringan. Makan siang pukul 12, setelah itu istirahat dan mandi pukul 4 sore kemudian makan malam pukul 5 sore lalu tidur,” ujarnya.
Butuh Perhatian
Masa pandemi yang terjadi sejak 3 bulan lalu juga berdampak bagi penghuni RAAL. Menurut Ellen, yang biasanya datang berkunjung selama masa pandemi bisa dihitung dengan jari. “Ya karena pandemi kan ada larangan untuk berkumpul sehingga sejak itu jarang yang datang. Ada beberapa orang yang datang juga sih.”
Data kunjungan yang dicatat oleh bagian administrasi RAAL, ada 7 perwakilan individu yang datang, 2 mewakili jemaat GPIB, yaitu dari Immanuel Kediri dan Immanuel Surabaya. Kondisi itu juga berdampak dari segi pendapatan. Meski demikian Tuhan tetap menolong sehingga biaya operasional tetap dapat dipenuhi dengan pengurangan dalam berbagai hal.
Kondisi menurunnya yang berkunjung ke RAAL juga dirasakan penghuni RAAL. Oma Martina yang berusia 78 tahun bercerita, sejak ada Corona jarang yang datang. “Ya kan nda boleh berkunjung apalagi di sini kan banyak yang oma-oma,” kata Oma Martina yang sudah tinggal sekitar 3 tahun di RAAL. Ia menambahkan, penghuni lansia seperti dirinya kadang bosan dan butuh perhatian serta butuh ada yang mendengarkan cerita mereka. “Tapi kami maklum karena kondisi saat ini kan nda boleh.”
Lain lagi dengan Jilly, anak asuh yang berusia 7 tahun dan sudah kelas 2 SD. Menurutnya ia senang jika dikunjungi. “Soalnya dapat hadiah,” katanya sambil tertawa malu. Jilly menambahlkan, ia kangen teman-temannya di sekolah. “Soalnya kalau aku nda ada tamu yang datang, aku bisa main dengan teman-teman di sekolah. Sekarang nda bisa,” ujarnya.
Kehidupan di RAAL bagi anak-anak harus terbiasa selama tiga bulan ini dengan belajar online. Mulai jam 7 pagi, dengan mengenakan seragam sekolah mereka sudah siap di depan laptop atau hape mereka. “Kalau aku dipinjemi punya kakak atau ibu pengurus supaya bisa absen dan mengerjakan tugas yang diberikan dari gurunya,” kata Sheva (12) yang sudah duduk di kelas 6 SD. Jika sudah belajar lewta online, suasananya hening meski mereka duduk semeja besar.
Bergembira dengan berlatih Kolintang
Meski harus berdiam di RAAL, anak-anak yang diasuh masih punya kesibukan selain belajar. Salah satu yang disukai mereka adalah berlatih kolintang. Ada beberapa lagu rohani dan umum yang sudah dikuasai oleh mereka.
Ketika rombongan dari Yayasan Diakonia (Yadia) GPIB berkunjung pada Jumat (17/7) anak-anak tersebut memainkan lagu-lagu yang telah mereka latih. “Kami senang dengan kunjungan Om Tommy dan om serta tante lainnya ke sini,” ujar Rahel salah satu anak asuh berusia 12 tahun.
Latihan kolintang yang mereka lakukan bisa dipentaskan ketika ada tamu yang datang. Jilly dan Ani menjadi penyanyi, sementara 6 anak lainnya memainkan alat musik di ruang pertemuan utama.
Kunjungan Yadia sebagai ungkapan syukur
Kunjungan Yadia GPIB ke RAAL di Lawang, Jawa Timur menurut Pnt. Tommy Masinambouw yang adalah Ketua Yadia sebagai ungkapan syukur atas hari ulang tahun Yadia GPIB ke 26 tahun. “Ini bentuk perhatian kami untuk berbagi perhatian kepada mereka, baik anak-anak dan oma-oma di tempat ini. Kami menyadari di masa seperti ini tidak banyak yang datang, bahkan kami diinfokan donatur juga menurun drastis. Semoga kunjungan ini dapat menghibur mereka,” katanya.
Rangkaian kegiatan keunjungan tersebut dibagi dalam beberapa tahap, antara lain memberikan bingkisan bagi anak dan lansia juga mengadakan ibadah minggu dengan perjamuan kudus.
Natalie Paula sebagai pimpinan RAAL mewakili semua penghuni dan para staf menyampaikan terima kasih untuk mereka yang terus memberikan perhatian. “Saya berharap kondisi ini bisa cepat pulih dan kami mendapatkan perhatian lewat kunjungan ke tempat ini. Jika memang belum bisa datang, ada bentuk-bentuk perhatian lainnya yang bisa diberikan bagi kami,” harapnya.
Udara dingin kota Lawang di malam hari cukup menusuk. Pukul 8 malam, keheningan terasa di RAAL. Oma-oma sudah terlelap dan anak-anak pun sudah masuk ke kamarnya masing-masing. Rombongan berdoa. Bersyukur untuk penyertaan 26 tahun pelayanan mereka dan berharap pelayanan ini tetap terus dapat dilakukan bersama warga gereja atau pihak lainnya yang peduli bagi penghuni RAAL, anak dan lansia. (lip)