Jakarta, GPIB – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) merasakan duka mendalam dan kehilangan atas kepergian Pdt. Dr. Soritua A.E. Nababan, LLD.
Tokoh gerakan oikoumene nasional dan internasional ini kembali ke pangkuan Bapa di sorga pada Sabtu (8/5), di usia 88 tahun, setelah dirawat di RS. Medistra, Jakarta. Almarhum menjabat sebagai Sekretaris Umum DGI pada 1967-1984, Ketua Umum PGI pada 1984-1987, serta Ephorus HKBP pada 1987-1998.
Nababan banyak terlibat dalam organisasi gereja di tingkat dunia. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Pemuda Dewan Gereja-gereja Asia (1963-1967) dan Presiden dari lembaga yang sama (1990-1995), Wakil Ketua dari Komite Sentral Dewan Gereja-gereja se-Dunia (1983-1998), Wakil Presiden Federasi Lutheran se-Dunia dan anggota Komite Eksekutif dari lembaga yang sama.
Nababan juga menjabat sebagai Ketua pertama dari Vereinte Evangelische Mission (United Evangelical Mission), sebuah lembaga misi internasional yang terdiri atas 34 gereja anggota yang tersebar di Afrika, Asia, dan Jerman. Dalam Sidang Raya ke-9 Dewan Gereja-gereja se-Dunia di Porto Alegre, Brasil pada tahun 2006, Nababan terpilih menjadi salah seorang Presiden dari lembaga persekutuan gereja-gereja sedunia itu yang beranggotakan gereja-gereja Protestan dan Ortodoks.
S.A.E. Nababan dilahirkan pada 1933. Menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dan lulus pada 1956 dengan gelar Sarjana Theologia. Ia mendapat beasiswa dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Heidelberg dan lulus dengan gelar Doktor Theologia pada 1963.
“Kita kehilangan seorang tokoh besar yang sangat berpengaruh dalam gerakan oikoumene, dengan kepergian Pdt. Dr. Soritua Nababan,” kata Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Pdt. Gomar juga mengenang apa yang dilakukan almarhum dalam gerakan oikoumene secara mondial.
Salah satu peran penting Nababan dalam gerakan oikoumene internasional adalah kegigihannya memperjuangkan keadilan lebih daripada sekadar perdamaian. Dalam perumusan JPIC, gereja-gereja di Utara cenderung mendahulukan Perdamaian baru kemudian Keadilan. Tetapi Nababan selalu ngotot, harus keadilan lebih dahulu, karena tanpa keadilan, perdamaian itu semu.
Perdebatan yang kurang lebih sama terjadi menjelang SR DGD di Busan, dan Nababan selalu mendesak saya dan Pak Yewangoe untuk kembali mengedepankan keadilan Ini. Selama keadilan ekonomi Utara-Selatan tidak diperbaiki, menurut beliau, maka perdamaian dunia tidak akan tercapai.
Olehnya, beliau selalu mendesak Dewan Gereja se-Dunia untuk mengagendakan bantuan gereja-gereja di Utara kepada gereja-gereja di Selatan. Dan, itu bukan sebagai hadiah, tetapi adalah hak dari negara-negara di Selatan, karena telah dihisap selama ini oleh Utara. /fsp