GPIB, Jakarta – Peduli sasama terhadap mereka yang mengalami bencana dilakukan GPIB Paulus Jakarta. Baru-baru ini akibat banjir yang melanda Jakarta yang membuat banyak warga mengalami kesulitan hidup karena terdampak banjir, GPIB Paulus Jakarta turun tangan.
Sebanyak tujuh warga yang membutuhkan bantuan disapa tim Pelkes GPIB Paulus Jakarta. Bantuan sembako diharapkan bisa meringankan beban yang diderita akibat banjir yang melanda. Ketua I GPIB Paulus Jakarta Pnt Tommy Masinambow bersama Komisi Pelkes Paulus, Francis Hitijahubessy dan tim bergerak menyalurkan bantuan yang sekiranya sangat diperlukan warga yang terdampak banjir.
Mengapa kita harus peduli sesama? Pnt Tommy Masinambow mengatakan, hidup bermasyarakat harus saling memperhatikan satu terhadap yang lain. Pada dasarnya orang yang mengalami kesusahan akan membutuhkan bantuan yang mereka perlukan secapat mungkin. Jadi harus ada kepedulian yang konkrit.
“Saat terjadi bencana banjir yang dibutuhkan adalah langkah konkrit. Untuk saling tolong menolong dalam masa sulit untuk saudara-saudara kita,” ungkap pria yang juga aktif memberi support di Yayasan Diakonia GPIB ini.
Jadi, kata Tommy, mengurus banjir tidak hanya sekadar berdiskusi, tapi harus ada langkah pasti yang diberikan bagi warga yang terdampak banjir. Karena kalau tidak segera ditopang dengan panguatan apa-apa yang dibutuhkan bisa memunculkan persoalan lain misalnya sakit-penyakit dan lain-lain.
Gerak pasti melayani sesama mengalami bencana terus dilakukan Komisi Pelkes GPIB Paulus Jakarta. Ketua Komisi Pelkes GPIB Paulus Jakarta, Francis Hitijahubessy dan tim terus bergerak menyalurkan bantuan yang diperlukan.
Situs greatmind.id meneyebutkan peduli dan berbagi pada orang lain akan meningkatkan rasa Bahagia. Rasa bahagia itu merupakan refleksi dari tubuh kita. Pada 2006, Jorge Moll dan koleganya di National Institute of Health menemukan bahwa ketika sesorang memberikan derma dan kebaikan, hal tersebut mengaktifkan bagian-bagian otak yang terhubung dengan kenikmatan, koneksi sosial, dan kepercayaan yang kesemuanya menciptakan efek pendar yang hangat.
Banyak ilmuwan yang juga meyakini bahwa perilaku peduli pada orang lain dapat mengeluarkan endorfin di otak dan menghasilkan sebuah perasaan positif yang disebut sebagai “helper’s high”.
Banyak riset mengaitkan berbagai bentuk kebaikan dengan kesehatan yang lebih baik, bahkan terjadi pada mereka yang kondisi kesehatannya tidak baik dan para manula. Dalam bukunya, Why Good Things Happen to Good People, Stephen Post, profesor kedokteran prefentif dari Universitas Stony Brook mengatakan bahwa berbagi dengan orang lain menunjukkan peningkatan kesehatan pada orang dengan penyakit kronis.
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa orang-orang yang kerap membantu teman, keluarga dan tetangga mereka atau memberi dukungan emosional pada pasangannya memiliki kualitas kesehatan lebih baik dan memperpanjang usianya lima tahun lebih lama dari mereka yang tidak melakukan hal tersebut. Menariknya, bila memberi bantuan bisa memperpanjang umur, menerima bantuan tidak lantas terkait dengan berkurangnya risiko kematian.
Ketika kita memberi, kita sebenarnya sedang menerima. Beberapa studi, termasuk di antaranya yang dilakukan oleh sosiolog Brent Simpson dan Robb Willer, yang melihat bahwa ketika seseorang berbagi dengan orang lain, kebaikan itu akan terus berlanjut seperti sebuah pertandingan lari estafet karena orang yang menerima kebaikan dari seseorang akan melakukan kebaikan juga bagi orang lain.
Bila meyakini bahwa kebaikan adalah sebuah lingkaran, maka kebaikan yang kita beri lewat berbagi itu, akan kembali lagi pada kita, meski barangkali dalam bentu dan dari orang berbeda. Pertukaran kebaikan ini akan menguatkan ikatan seseorang dengan orang lain. Selain itu, ketika memberi, tak hanya membuat mereka merasa lebih dekat, tapi juga membuat merasa lebih dekat dengan mereka. Berbuat baik dan murah hati akan membawa orang lain menjadi lebih positif dan lebih ingin berbagi. /fsp