GPIB, Jakarta – Acara Ngobras, Ngobrol Bersama yang digagas Departemen Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes) dalam rangka Bulan Pelkes usai dilaksanakan Senin (15/6/2020). Forum diskusi dibuka oleh Ketua I Majelis Sinode Pdt Marthen Leiwakabessy dan Ketua Departemen Pelkes Pdt Fonny Barahama.
Cukup banyak peserta yang ambil bagian dalam acara Ngobras yang dipandu Pdt Elly Pitoy-De Bell menghadirkan narasumber Ketua III Pdt Susy Rumeser, Sekretaris II Pnt Sheila A. Salomo dan Penanggap Utama Pdt Prof. John C. Simon yang melibatkan pendeta-pendeta di Pos Pelkes.
“Ada banyak pendeta yang berjuang di pos-pos pelkes yang berjuang di jemaatnya. Ada banyak pos yang belum ada pendeta tapi ada juga pos yang ada pendetanya tidak ada di tempat,” kata Pdt Susi dalam acara forum daring ini
Dalam paparannya “Grand Design Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Insani GPIB” Pdt Susi mengatakan, setiap orang mempunyai peran, dan bisa mempunyai lebih dari satu peran. Dan setiap peran mempunyai tugas panggilan dan pengutusan. Jadi seseorang itu harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
“Jemaat yang ada di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera perlu dipetakan, bagaimana potensi dan karakterisktiknya. Ini harus dibuatkan kompetensi untuk merancang pengembangan. Jadi sebenarnya tidak ada waktu yang kosong dan tidak bisa dikerjakan di pos pelkes untuk jemaat mandiri.”
Pnt Sheila Salomo dalam kesempatan itu menyoroti peran keluarga dalam membangun jemaat GPIB. Ia meminta gereja untuk membangun komunikasi yang baik dengan warga jemaat.
“Jemaat maupun pendeta harus berperan dengan kondisi yang ada. Terkadang kita tidak berdiskusi dengan baik, sehingga setelah sidi anak-anak menghilang. Kebanyakan aturan di gereja tidak boleh ini tidak boleh itu,” tuturnya sembari mencontohkan soal kostum anak-anak sidi.
Dalam keluarga, kata Sheila, orangtua harus punya perhatian yang baik bagi keluarga. Bangun komunikasi dan mau melibatkan diri dalam masalah yang dihadapi anak-anak dengan segala persoalannya.
“Pulang dari kerja karena sudah capek kita sering berbicara seadanya kepada anak-anak yang butuh sentuhan kasih. Apapun yang anak-anak lakukan ketika dia mengalami masalah dia butuh kehadiran orangtua,” kata warga jemaat GPIB Filadelfia, Bintaro ini. Dalam berkomunikasi, katanya, seringkali berbenturan dengan pemuda. Sering orangtua mendikte bukan mengajak berdiskusi.
Dimasa pandemi ini yang diikuti dengan stay at home, bukan berarti tidak melakukan apa-apa di rumah. Ada banyak waktu berbagai kasih kepada keluarga. Namun, tetap juga tidak berbagi waktu, karena orangtua di rumah sibuk sendiri-sendiri. Sampai ada yang minta cerai. “Yang positif di masa pandemic ini ada ibu-ibu mulai belajar memasak, belajar menjual.”
Terhadap pendeta-pendeta di Pos Pelkes, Sheila meminta untuk memetakan kondisi jemaat setempat. Ini diperlukan untuk mengetahui kekuatan yang bisa dikembangkan kedepan. “Tolong petakan kondisi jemaat setempat, petani, nelayan dan bagaimana kemampuan untuk mengelolah.”
Semua itu, katanya, juga untuk melihat apa-apayang dibutuhkan berkaitan dengan keahalian atau sumber dana, bentuk edukasi untuk mencapai ketahanan speritual, moral dan ekonomi.
Penanggap Utama Pdt Prof John C. Simon mengatakan, GPIB memiliki GPIB 326 dan 292 Pos Pelkes. Pos di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera harus diperhatikan gali kompetensi sehingga pemanggilan punya arti bagi seseorang yang dipanggil untuk itu. Jadi ketika ada pos mandiri harus disertai dengan SDI lebih baik.
“Pos pelkes bukan pembuangan, banyak hal yang bisa dilakukan. Banyak waktu yang bisa dilakukan. GPIB butuh orang-orang yang berpikir maju bukan seadanya, bukan apa adanya, jadi harus sekolah. Pos pelkes itu hadir untuk mencintai jemaatnya,” tandasnya.
“Pelkes di masa new normal, ini tantangan berteologi. Allah punya kehendak sendiri dan tidak bisa diatur. Kalau kita tidak berubah kita seperti zombie hidup tapi sebetulnya mati. Kita bisa berbgai kebajikan melalui medsos, morning call, night calls.
Bicara soal keluarga, John Simon mengatakan, keluarga adalah tiang penopang dan dasar kebenaran yang sesungguhnya. Banyak keluarga saat ini bukan keluarga lagi. Pulang kerja seharusnya membangun komunikasi tapi tertambat dengan kesibukan teknologi sendiri-sendiri, bapak-ibu sibuk, anak-anak juga sibuk dengan dirinya. /fsp