Sejumlah pendeta dari Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB) melakukan studi banding di sejumlah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Pendete-pendeta itu adalah Pdt Dewey Mombila, Pdt Yismerai Mindjaa, Pdt. Yanwar Prawono, Pdt. Tely Pangemanan, dan Pdt Atmus Lagalu.
Kelima Hamba Tuhan ini, saat mampir di Redaksi arcus yang diterima Wapemred arcus, Frans SP Salempang mengaku sangat kagum dengan apa yang mereka lihat dan rasakan selama melakukan riset di gereja terbesar di Indonesia ini dari Maret hingga Mei 2015. Tidak hanya sekadar melakukan studi banding menyangkut organisasi, para Pelayan Tuhan ini diberi kesempatan untuk berkhotbah di jemaat di mana ditempatkan.
Bagi Pdt. Tely Pangemanan yang ditempatkan di GPIB Sumber Kasih, kalau dibanding GKLB dengan GPIB Sumber Kasih, Jakarta terlalu besar jaraknya. “Rasanya tidak mau pulang karena luar biasa. Penataan keorganaisasian di Sumber Kasih baik sekali. Dari Penataan Kantor, Administrasi Pelayanan bagus sekali,†ungkapnya.
Wanita ini berujar, banyak hal yang didapati saat melakukan studi banding di jemaat yang masuk Mupel Jakarta Selatan itu. Yang juga membuatnya kagum adalah pelayanan puji-pujiannya yang luar biasa, tidak ada kekurangannya. “Kalau kekurangan tidak ada dan semua o.k bangat bikin saya tidak mau pulang,†akunya.
Saat di Sumber Kasih, Tely mengaku diberi kesempatan naik mimbar pada hari minggu dan ambil bagian dalam ibadah-ibadah sektor, ibadah penghiburan, dan ibadah Pelkat. Di Sumber Kasih pelayanan di tata per tiga bulan yang diatur oleh Komisi Teologi. Sebelumnya pelayanan di tata per tahun. “Saya banyak melayani Lansia,†katanya.
Pdt Atmus Lagalu yang menempati GPIB Markus mengatakan, studi banding ini dilakukan untuk melihat kemajuan yang dicapai GPIB dan diterapkan di GKLB. “Studi banding kita Pendeta dari GKLB ini pada dasarnya melihat kemajuan GPIB menyangkut hal mutasi kepemimpinan, manajemen dan cara-cara mengatur pelayanan,†tuturnya.
Menurut Pdt Atmus, apa yang ia lihat di GPIB ternyata jauh lebih bagus dibanding dengan penataan pelayanan di GKLB. Pada dasarnya memang luar biasa hal-hal yang kami dapatkan di GPIB. Semua kegiatan tertunjang dengan dana yang cukup memadai sehingga pelayanan dan semua hal dapat berjalan baik, tertata baik. “Hanya saja, khususnya di GPIB Markus Jakarta Selatan jemaat itu masih beribadah menggunakan satu gedung secara bersama-sama. Ada empat gereja di situ,†ungkapnya.
Kalau menyangkut pelayanan ibadahnya, administrasinya pada dasarnya hampir menyeluruh baik semua. Manejemen pelayanannya baik sekali, struktur kepemimpinan bagus ada Ketua Umum, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II dan beberapa pengurus pendukung lainnya. Job kerjanya tidak ketergantungan, masing-masing punya tanggung jawab. “Kalai di GKLB masih salaing harap karena Ketua punya Wakil,†tandasnya.
Di GKLB ada yang disebut Komisi Pelayanan Khusus. PKLU belum masuk dalam tata layan di GKLB, sudah ada tapi baru wacana tapi belum secara Sinodal baru dalam bentuk upaya kalau berjalan belum baru mau memulai. Melihat kemajuan dan kelebihan GPIB ini dipakai untuk membantu GKLB ke depan.
Sementara bagi Pdt. Yanwar Prawono selama tiga bulan melayani di GPIB Paulus Jakarta Pusat ia melihat kemampuan yang bagus GPIB menata warga jemaat dari berbagai etnis. Menurutnya, rona pelangi begitu nyata di GPIB karena bisa menyatukan orang-orang dengan berbagai latar belakang suku dan asal gereja.
“GPIB mampu merangkul berbagai latar belakang budaya, etnis dan asal gereja. Semua suku ada di GPIB, dan denominasi. Kami mau belajar ini dari GPIB yang bisa merangkai kasih dengan dengan berbagai latar belakang. Di GKLB ada tiga etnis yakni Bangai, Balantak dan Pendatang,†katanya.
Kebanggaan lainnya yang dirasakan selama tiga bulan adalah program UP2M yang berjalan bagus di GPIB. Ini nilai plus bagi GPIB karena memiliki unit UP2M. Gereja tidak hanya bicara rohani tapi bisa memberikan sesuatu yang konkrit yang bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan lahiriah jemaat melalui pembinaan-pembinaan, pelatihan-pelatihan.
“Pemberdayaan UP2M ini luar biasa. Kami juga terbantu ketika kami ber lima ke Bogor mengikuti UP2M ada begitu banyak hal yang bisa kami dapatkan,†tuturnya.
Bagi Pdt Dewey Bethlehem Mombila cukup kagum dengan persiapan presbiter yang dilakukan di GPIB. Diakuinya, di gerejanya belum ada dengan apa yang disebut persiapan bagi presbiter untuk pelayanan mimbar dan pelayanan ibadah lainnya. “Persiapan para Presbiter belum ada jemaat di GKLB. Persiapan-persiapan Presbiter untuk memasuki pelayanan sangat bagus ,†tandas pria yang menempati GPIB Pniel, Jakarta Pusat.
Pola berpikir GPIB juga selangkah lebih maju. Dalam hal pembahasaan kata “Penghiburan†GPIB menyebutnya dengan kata “Pengucapan Syukur†ini bisa dilihat jika ada jemaat yang meninggal dunia. GPIB tidak memakai kata penghiburan tapi pengucapan syukur. “GPIB telah jauh keatas dalam berteologi memahami suatu kematian sehingga tidak dibahasakan sebagai penghiburan tetapi syukur,†ujarnya.
Menurutnya, Tuhan mau ambil apa yang Dia punya sehingga tidak ada yang perlu disesali dalam kerangka berpikir itu sehingga GPIB mampu membahasakan itu. Hal lainnya yang dilihatnya adalah situasi jemaat kota yang dengan segala kesibukannya masih bisa menyempatkan diri mengikuti berbagai kegiatan di jemaat.
“Di kampung yang begitu banyak warganya tapi untuk ibadah susah hadir. Orang kota dengan segala kesibukan tapi mampu untuk memberikan diri dalam setiap pelayanan-pelayanan peribadatan,†tandasnya.
Di GPIB Pniel ini luarbiasa warganya dalam berjemaat. Gereja mampu menjawab kerinduan warga jemaatnya melalui pelayanan yang ada yang disebut Pelkat. Melalui pelkat ini empat sektor yang ada di Pniel semua aras pelayanan terlayani melalui PA, PT, GP, PKP, PKB, dan PKLU.
Penataan yang berjalan bagus ini memungkinkan siapapun pendeta yang ditempatkan tidak ada kesulitan karana format pelayanan sudah ditata apik melalui Tata Gereja yang ada. Dan semua ini begitu meresap ke dalam diri presbitar melalui pembinaan-pembinaan yang dilakukan di jemaat termasuk bila ada persoalan yang muncul.
Sedangkan bagi Pdt. Yesmiray Minjaa pengalamannya melakukan studi banding di GPIB Zebaoth, Bogor terkaget-kaget dengan jumlah jemaatnya yang mencapai 1700 lebih kepala keluarga (KK) dengan 32 sektornya . Namun ia kagum Zebaoth bisa memberikan yang terbaik bagi warga jemaatnya.
“Di GKLB saya hanya memiliki 100 KK. Di GPIB Zebaoth ada 1718 KK. Saya banyak mendapatkan pelajaran dari sini,†ungkapnya. Di Zebaoth yang hanya memiliki dua orang pendeta tapi bisa menjangkau sektor-sektor yang jauh. Zebaoth merangkul pendeta-pendeta emeritus dan pendeta lainnya yang ada dalam wilayah pelayanannya. Ini sangat membantu kebutuhan warga jemaat akan pendeta.
Melaui studi banding ini banyak hal yang bisa dipeloleh untuk membesarkan jemaat GKLB. Menag tidak bisa disamakan antara GPIB dengan GKLB. Keberadaan GPIB sudah maju sementara GKLB seang dalam pertumbuhan.
“Kami sadar memang gereja kami dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang tidak bisa disamakan dengan GPIB. Tetapi melalui program studi banding ini kami akan coba membawanya ke GKLB,†tandasnya.
Zebaoth cukup bagus dalam penataan pelayanannya. Dengan hanya memiliki satu KMJ dan satu Pendeta Jemaat bisa melayani 32 sektor dengan 1.718 KK dan semua berjalan lancar dan tidak ada keluhan dari jemaat.
Pengaturannya pelayanan sungguh sangat baik. Ada Kepala Kantor, Kepala Rumah Tangga dengan job masing-masing. KMJ dan Pendeta Jemaat bahkan Pendeta-Pendeta Pelum dan Emeritus semua diatur dalam kebersamaan dengan PHMJ yang benar-benar bekerja.