GPIB, Jakarta – Pelaksanaan Persidangan Sinode (PS) XXI secara virtual atau ditunda sampai tahun depan tidak ada pelanggaran. Dalam kondisi Kahar, Majelis Sinode diberikan wewenang untuk melakukan langkah-langkah strategis antara lain menunda atau membatalkan Persidangan Sinode selama pemberlakuan kondisi kahar.
Mengatakan itu Prof. Pdt. Dr. John C. Simon, M.Th, M.Hum narasumber dalam diskusi “Siapkah Kita Menggereja Secara Daring” yang diselenggarakan Komunitas DeWe Senin (1/6/2020). Persidangan Sinode dapat dilaksanakan secara virtual dengan menggunakan teknologi digital, dalam jaringan dan atau cara lain yang efektif dan efisien sesuai dengan situasi dan kebutuhan tertentu.
“Majelis Sinode dapat melakukan koordinasi dengan Majelis Jemaat dan BP Mupel secara daring atau online dan atau cara lain yang memungkinkan koordinasi dapat berjalan dengan baik,” tuturnya dalam diskusi yang dipandu Pdt Alexius Letlora, D.Th ini.
Sebagaimana diketahui, pada Oktober 2020 nanti Majelis Sinode GPIB merencakan akan melaksanakan Persidangan Sinode XXI di Surabaya. Apakah dilaksanakan secara online atau ditunda sampai tahun 2021 berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Bagi Pdt. Dr. Jozef M. N. Hehanussa, M.Th, melalui teknologi daring semua keputusan bisa dilakukan. Landasan teologisnya ada pada Pemahaman Iman tentang penyelenggaraan secara tertib dan terartur. Tata Gereja tidak mengartikan offline atau online.
“Kalau pola digital bisa mengatur tidak ada persoalan dengan daring,” tutur Pengajar di Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta ini. Gereja harus terus menerus melakukan pembaruan, ecclesia reformata semper reformanda, Allah bekerja membaharui gereja dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi.
Gereja harus berkomitmen untuk bergereja secara daring dan mempersiapkan warganya untuk terkoneksi dan berinteraksi atau saling merespons satu dengan yang lain melalui internet. “Gereja daring akan menjadi model yang kita tawarkan bukan saja hanya pada masa pendemi.”
Bergereja secara daring bersifat dialogis, tidak monologis, sebagaimana bergereja secara luring juga dialogis, membuka diri untuk semakin dikenal oleh dunia luar tanpa batas. “Kita juga tidak tahu new normal ini akan berjalan berapa lama. Berapa kali kita harus menampung jemaat dengan protokol kesehatan. Tapi dengan memanfaatkan teknologi itu bisa,” imbuhnya.
“Keuntungan yang didapatkan dari digitalisasi, biaya logistik yang sangat rendah, tanpa kertas, lebih tertib dan fokus, tidak perlu ruangan pertemuan besar, izin keramaian, tidak perlu banyak panitia,” kata Aldrin Purnomo yang juga narasumber dalam diskusi yang dihadiri sekira 250 peserta ini.
Tantangannya, kata Aldrin, adalah keterbatasan jaringan, keamanan aplikasi, keterbatasan pemahaman alat dan aplikasi dan membutuhkan waktu pelaksanaan lebih lama. Namun semua ini bisa diatasi.
“Persidangan Sinode Digitalakan menjadi pelatihan
digitalisasi manajemen dan kepemimpinan GPIB. Momentum Covid-19 tidak boleh dilewatkan begitu saja. Kita harus manfaatkan momentum ini! This is the Time! Inilah saatnya!,” kata pria yang bekerja sebagai Head of Logistic at Infineon Technologies, Batam ini.
Ditanya apakah GPIB siap melaksanakan Persidangan Sinode yang tinggal beberapa bulan saja? Aldrin mengatakan, tidak ada masalah. Secara teknologi semua perangkat digital sangat siap. /fsp