
GPIB menangis, berduka kehilangan seorang hebat yang dipunyai. Dia adalah Pdt. Em. S.Th. Kaihatu, M.Th, Ketua Umum Majelis Sinode GPIB 2005-2010.
Dimuliakan Tuhan Yesus di RS Siloam, Karawaci pukul 16.15 WIB disini ayah dua anak Femmy dan Yus meninggalkan segalanya menghadap Tuhannya. GPIB Immanuel, Gambir Jakarta Pusat ia dibaringkan dalam peti jenazah putih seakan menjadi simbol ketulusannya dalam ranah pelayanan di GPIB.

Kepiawaiannya dalam menata layan gereja terbesar di jagad Nusantara ini menjadikannya ia begitu disegani. Tidak hanya di tataran sesama pendeta, jemaat pun mengaguni sosok sederhana ini. Seorang vikaris, saat mendengar orang yang dibanggakan wafat merangkai kata di facebook untuk pria beristri J.Y Kowel.
“Saya tidak mengira, Semiloka Teologi Tata Ibadah GPIB di Jogja adalah perjumpaan terakhir kami. Saya selalu ingat, beliau selalu berpesan kepada kami para vikaris dan pendeta muda untuk mendorong terus gerak maju GPIB di masa depan dengan slogan, “Itu kerjaan kalian yang muda-muda ini lho, sudah bukan saya lagi.

“Saya mah sudah sedikit lagi.” Suatu kali, ketika kami makan, beliau menghampiri kami dan berguyon, “Eh kalian vikaris-vikaris jangan kumpul dana ya kalau saya mati, lebih baik buat bantu orang miskin di luar sana.” Lalu kami terdiam. Tiba-tiba dia tertawa dan bilang,
“Saya bilang ini tuh cuma mau guyon sama kalian aja, nah yang lucu itu seandainya besok saya mati, pasti kalian ini nanti pada kepikiran mau kumpul dana lalu bilang ‘eh, Pdt kemarin pesan soal kumpul dana..’, hahaha..” Berkali-kali beliau bercanda soal masa tua dan kematian.

“Kadang saya jengkel, tapi lucu juga.. Di atas semua itu, saya salut dengan bagaimana beliau menghadapi kenyataan tentang masa tua dan kematian.”
“Saya juga ingat, waktu evaluasi vikaris tahun pertama di Lawang, ketika kami sedang ngobrol berdua tentang penilaian yang dia berikan atas laporan vikariat saya, begini isi penilaiannya:
“Vikaris sangat perlu ditopang agar kelak bisa memberikan yang terbaik bagi dunia akademis, khususnya di bidang teologi, yang akan menjadi masa depan pelayanannya. Penempatannya di Jemaat yang menjadi konteksnya sekarang ini harus sangat dipertimbangkan untuk jemaat berikutnya, agar Vikaris tidak terhalang dalam kegiatan akademisnya.”

“Sebab ini juga merupakan bukti konkrit dari keterlibatan GPIB secara keseluruhan dalam pengembangan teologi, bukan hanya bagi GPIB tapi bagi gereja-gereja di Indonesia secara keseluruhan.”
“Saya menyampaikan bagaimana pergumulan saya dulu dalam ber-GPIB. Setelah mendengar “curhat” saya, beliau berpesan, “Ya, saya mengerti keresahan kamu, yang saya mau bilang sama kamu, selain milik Tuhan, saya ini milik GPIB. Saya hidup dari GPIB dan akan mati di GPIB.”
Semua yang saya punya dari GPIB bukan milik saya. Jadi kalau seandainya kamu sempat patah semangat dengan GPIB, ingat saja, saya bukti konkretnya. GPIB di tangan yang benar tidak akan membiarkan para pelayannya, apalagi orang-orang muda seperti kamu dalam pengembangan teologi di bidang akademis.”
“Di dalam perbincangan itu saya tercenung. Kata-kata beliau selalu membekas setiap kali melihatnya. Ketajaman berpikir Opa dalam hal yang sederhana dan praktis serta keceriaan Opa selalu membekas bagi saya pribadi. GPIB kehilangan salah satu teolognya. Terimalah ya TUHAN, Pdt. Em. Samuel Theofilus Kaihatu, M.Th. di dalam persekutuan kudus-Mu.
fsp/mp