
Persidangan Sinode Tahunan 2020 GPIB berakhir. Kegiatan yang berlangsung dari 26 – 29 Februari 2020 di Hotel Aston Bogor yang dibuka oleh Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo berakhir dengan cukup banyak keputusan yang diambil.

“Sudah sepatutnyalah kita menaikkan syukur kepada Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja, Tuhan dan Juruselamat serta Gembala yang baki atas kasih setia-Nya yang besar. Oleh karena anugereh-Nya kita kembali memperoleh kesempatan untuk melaksanakan Persidangan Sinode Tahunan GPIB di tahun 2020 ini dalam rangka evaluasi program kerja dan anggaran 2019-2020 dan penyusunan Program Kerja dan Anggaran 2020-2021 serta hal-hal mendesak,” kata Ketua Majelis Sinode GPIB Pdt Drs Paulus Kariso Rumambi M.Si.

Saat membuka acara, Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo menyatakan sikapnya menentang sikap-sikap masyarakat yang intoleransi. Dikatakan bahwa semua warga Indonesia mempunyai hak yang sama dalam menjalankan ibadahnya.
Narasumber Prof. Pdt. John Titaley, Th.D saat berbicara dalam forum PST ini mengatakan, intoleransi biasanya terjadi akibat kebijakan dan tindakan politik dalam suatu kehidupan bersama baik secara struktural maupun secara sosial, maka mencermati kehidupan kehidupan politik dan sosial adalah penting untuk berteologi. Karena itu orang tidak bisa berteologi tanpa memperhatikan kenyataan politik.
“Masalahnya menurut hemat saya tidaklah lain dari kemanusiaan kita sebagai bangsa yang tidak pernah bisa diperlakukan secara setara oleh sesama kita. Ada persoalan pembangunan rumah ibadat, perlakuan karena agama atau keyakinan yang dianut sekelompok orang tertentu tidak sesuai dengan pemahaman satu kelompok tertentu, keinginan untuk mendirikan Negara yang berbeda dengan yang sudah disepakati bersama dan sudah tentu persoalan kemiskinan serta masalah sosial, lingkungan hidup, dan lain-lainnya,” tutur Titaley.
“Kalau boleh saya simpulkan, masalah utama adalah adanya ketidaksetaraan kemanusiaan warga bangsa ini. Masalah ini bersumber dari rasa superior manusia tertentu karena eksklusivisme agama, dalam arti agamanya sendiri yang benar sedangkan yang lainnya tidak.”
“Dalam situasi seperti ini, kita berharap bahwa Pemerintah harus tegas dalam tugas dan tanggungjawab konstitusionalnya. Sementara itu, pemerintah sendiri juga berharap agar dalam rangka melakukan tugas konstitusionalnya, pemerintah juga membutuhkan dukungan masyarakat, juga dari gereja. Kalau tidak ada dasar teologinya, maka Gereja itu adalah suatu organisasi sosial biasa lainnya. Gereja harus melakukannya berdasarkan suatu dasar teologis karena itulah hakikat Gereja.”
“Dalam kerangka itu, maka dasar teologi bagi Gereja di Indonesia adalah tidak bisa lain dari pada mengimani kemerdekaan bangsa ini tahun 1945 sebagai perwujudan dari iman Kristiani di Indonesia. Mengapa demikian? Kita semua tahu bahwa rencana kemerdekaan kita, terdiri dari Rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka dan Rancangan Undang-Undang dasar, keduanya tidak menghasilkan rancangan kemanusiaan bangsa Indonesia yang setara.”
Walikota Bogor Arya Bima dalam persidangan akbar ini menyatakan rasa syukurnya bisa menghadiri kegiatan PST 2020 di Kota Bogor ini.
PST 2020 di Bogor ini ditangani oleh Mupel Jabar 2 yang diketuai Pdt Sonya Medyarto-Sitaniapessy S.Th, M.Min. Menurut KMJ Pancaran Kasih ini, Panitia bekerja berdasarkan Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB No. 4013/V-19/MS-XX/Kpts. Acara PST ditutup dalam ibadah yang dipimpin oleh Pastor Paskalis Bruno Syukur.
Persidangan Sinode Tahunan 2020 GPIB boleh berakhir namun kerja tidak akan pernah usai. Sejumlah pekerjaan masih menunggu dan harus dilaksanakan antara lain Persidangan Sinode (PS) di Surabaya dengan tuan dan nyonya rumah Mupel Jatim. PS di Kota Pahlawan ini nantinya akan memilih Fungsionaris Majelis Sinode dan menetapkan Program Kerja selama lima tahun.
/fsp