JAKARTA, GPIB.or.id – Gereja kini digarami dunia ini. Pernyataan ini mengemuka dalam diskusi awak GPIB di youtube Komunitas Sendal Jepit. Ketua Umum Majelis Sinode Pdt Drs Paulus K. Rumambi M.Si membenarkan itu. Seharusnya gereja yang menggarami dunia.
“Tanpa disadari, gereja sudah berubah fungsi. Dia sudah tidak lagi menjadi persekutuan untuk melayani dan bersaksi, tetapi telah menjadi persekutuan dari kita untuk kita. Dia jadi semacam Club,” tuturnya.
Ia mencontohkan kondisi gereja saat ini sudah seperti sebuah realestate mewah yang dilengkapi berbagai sarana untuk penghuninya. “Kalau kita pergi disuatu perumahan mewah, real estate mewah, itu ada Club House, penghuninya menjadi member ada iuran perbulan atau pertahun. Lalu disitu disediakan fasilitas, fitness yang bisa dipakai, billyard, tenis, pingpong, berenang, tapi juga ada coffie shop dsb.”
Gereja seperti tidak sadar kalau arahnya sama seperti sebuah Club House di realestate mewah. “Gereja tidak menyadari arahnya kesitu,” ujar Rumambi seraya menyebutkan hasil penelitian yang diadakan Dept. Inforkom dan Litbang GPIB tahun 2015-2016 soal Tridarma Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian. Persekutuan yang ada saat ini mengarah menjadi tempat bersenang-senang.
“Sudah bergeser fungsi gereja, sudah ikut-ikutan dan menjadi semacam Club House. Coba saja kalau kita merayakan hari ulang tahun gereja, ibadah syukurnya tampil 12 paduan suara dan vocal Group. Itu suatu pertunjukan, entertainment. Habis ibadah syukur kita mulai dengan poco-poco, maumere, tobelo, senang-senang,” tandasnya.
Ini semua, katanya, akibat perkembangan teknologi yang menjadikan munculnya kerakusan. “Perkembangan teknologi yang ada membuat kita semua menjadi rakus, meterialistis. Kemajuan teknologi itu memproduksi barang-barang yang semakin canggih semakin menyamankan diri kita harga makin mahal. Ini semua membuat kita menjadi meterialistis dan individualistis.”
Mahatma Gandhi, kata Rumambi, bilang dunia ini menyediakan cukup bagi kebutuhan setiap orang. Namun dunia ini tidak cukup bagi keserakahan setiap orang. Jadi keugaharian itu mesti berbasis pada perform orang untuk mulai dari diri sendiri.
Pdt Agustina Laheba M.Th berujar, gereja itu akan selalu bergumul dengan kerakusan, itu karena tidak adanya pola dalam menerapkan pemahaman iman. “Kita harus punya patron, role model kita apa sebagai GPIB? Pemahaman iman itu,” katanya
“Ada yang salah dalam berteologi spiritualitas kita. Saya melihat kelemahan GPIB untuk mendaratkan pemahaman imannya. GPIB harus mendaratkan dulu pemahaman imannya terkait apapun, termasuk spiritualitas ugahari,” tutur KMJ GPIB Immanuel Palembang ini.
Ia meminta, spiritualitas ugahari itu bisa di breakdown dalam kurikulum katekisasi, dan dalam pembuatan program-program. Di lapangan, penguatan spiritualitas ugahari masih lemah sekali. Akhirnya, kata dia, orang GPIB mencari spiritualitas dengan gaya masing-masing. Pemahaman iman harus dihayati, minimal oleh pendeta-pendetanya dulu. Punya pemahaman iman tapi tidak teresapi. Spirtualitas iman itu, adalah iman yang dihidupi setiap hari. /fsp
Foto ilustrasi, kreativitas Dewan PKP merangkai koran dalam acara HUT PKP ke-55 di Bandung