Pdt. Prof. Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D meminta agar tempat-tempat ibadah yang masih zona merah atau hitam seperti Jakarta, Surabaya dan Makassar jangan dulu melaksanakan ibadah tatap muka, sebaiknya secara online saja.
“Virtual saja walaupun tetap saja ada yang tidak puas,” kata Dosen Biblika-Perjanjian Lama, STT Duta Wacana, Yogayakarta ini. Kalaupun akan melaksanakan ibadah tatap muka, harus melaksanakan protokol kesehatan yang ketat.
“Yang penting bisa mengatur protokol kesehatan yang ketat. Ini yang penting bagaimana mengatur jemaat. Tidak gampang mengatur jemaat GPIB, Jemaat GPIB susah diatur,” tutur Gerrit saat berbicara dalam forum diskusi “Mendefinisikan Era Normal Baru” yang melibatkan Dr. Andi Widjajanto, Penasihat Senior Kantor Staf Kepresidenan dipandu Pdt Sylvana Apituley yang diselenggarakan Majelis Sinode GPIB, Sabtu (13/6).
Soal pelayanan ibadah apakah harus pendeta, Gerrit mengatakan, kalau di rumah ada kepala rumahtangga yang jadi Imam. Kalau ibadah minggu harus presbiter. Harus ada pendeta-pendeta yang penting ada presbiter.
Dalam hal berdiakonia, tidak perlu berpikir untuk mengkristenkan. Diakonia saat ini menjadi penting walau selalu kalah dengan Marturia dan Koinonia yang masih dominan dapat dilihat dari sumbangan yang masuk ketika akan membangun gereja juta-jutaan uang yang masuk sebagai sumbangan.
“Diakonia kalah. Karena orang masih melihat di gereja banyak yang kaya-kaya sedikit yang miskin. Apa pernah ada penelitian?” Gerrit mempertanyakan.
Covid-19 dari aspek teologis, menurut Gerrit, setiap musibah atau wabah yang menyerang, di Perjanjian Lama ada bacaan Allah yang berkehendak, tetapi tidak semua seperti itu. Allah jangan dikorbankan, alam jangan dikorbankan, manusia jangan dikorbankan.
“Allah tidak ada dibalik Covid-19. Allah ada di pihak mereka yang berjuang mengatasi Covid-19 seperti para dokter. Allah berada di pihak mereka yang menjadi korban,” tandasnya menjawab pertanyaan peserta apakah pandemi Covid-19 ini sebagai kehendak Tuhan.
Menyikapi pandemi Covid-19, Penasihat Senior Kantor Staf Kepresidenan, Andi Widjajanto berharap gereja memanfaatkan tenaga dokter yang ada du jemaat untuk memantau kondisi kesehatan warga jemaatnya.
“Libatkan tenaga dokter di jemaat untuk memonitoring kondisi kesehatan warga jemaat,” katanya seraya menekankan agar selama vaksin belum ditemukan tetap menggunakan protokol kesehatan. “Covid-19 jangan dianggap remeh, negara besar seperti Amerika, Jerman dan China saja kewalahan menghadapi.”
Dalam kesempatan itu, Andi menyarankan bahwa dalam ibadah saat jemaat bernyani di gereja punya risiko besar penyebarab Covid-19. Untuk itu, perhatikan arah angin. “Arah angin juga harus mendapat perhatian, kipas angin jangan dipasang dibelakang pengkhotbah menghindari droplet ke warga jemaat. Usia lanjut sediakan tempat khusus,” tandas warga jemaat GPIB Horeb Jakarta ini.
Bercerita apa yang pernah dilihatnya, Andi menekankan soal pentingnya menjaga kesehatan kaitannya saat memasuki lift. Menurutnya, lift tidak perlu tekan tombol menggunakan tangan karena dibeberapa tempat sudah ada yang bikin tombol berada di bawah menggunakan kaki, dan ada yang menyediakan tusuk gigi di dekat lift untuk memencet tombol. Untuk menjaga diri intinya adalah melaksanakan protokol kesehatan.
Cukup banyak pertanyaan yang ditujukan kepada Mantan Sekretaris Kabinet ini antara lain, bagaimana pemerintah menghadapi jika saja terjadi gelombang ke-2 Covid-19, S.K Menteri Agama soal pelaksanaan ibadah, Bantuan kepada ulama Islam dari pemerintah, apakah gereja juga mendapatkan, dan soal pungli yang merebaknya berkaitan dengan Covid-19.
Soal pungli di lapangan, Andi mengatakan, “Pak Jokowi punya tim khusus untuk pengecekan di lapangan apakah terjadi pungli atau tidak.” /fsp