GPIB, Jakarta – Seperti biasanya majalah arcus sering mewawancai atau melakukan cover narasumber. Tapi kali ini Wakil Pemimpin Redaksi arcus, Frans S.P Salempang diwawancarai oleh seorang mahasiswa Yogyakarta. Wawancara dilakukan via zoom ini memakan durasi 3 jam lebih dalam rangka pengumpulan data berkaitan dengan isu-isu pluraslisme.
Majalah arcus edisi 25 menjadi acuan penelitiannya. Apa yang menjadi daya tarik di edisi ini sehingga menjadi acuan untuk penelitan? Menurut mahasiswa itu, karena di majalah yang bercover Presiden Joko Widodo tersebut mengupas cukup tuntas isu pluralisme kaitannya dengan pernyataan seorang tokoh agama yang ujarannya menubruk keberagaman.
Dari 76 artikel di edisi 25/2020 tersebut, terdapat 10 artikel yang membahas mengenai perjumpaan antara Agama Kristen dengan Agama Islam. Tiga diantaranya membahas respons GPIB soal Salib. Hal lain mengapa majalah arcus menjadi salah satu pilihan penelitian? Itu karena media komunitas majalah arcus menjalankan fungsi edukasi internalisasi ideologi komunitas.
Hasil penelitian ini, katanya, akan menjadi sumbangan pemikiran bagi pemangku kebijakan menangani isu pluralisme dalam mewujudkan kerukunan beragama di Indonesia. Dan bisa menjadi kontribusi dalam pengembangan ilmu komunikasi dan menjadi referensi bagi penelitian berikutnya, khususnya pada ranah kajian yang berfokus pada interpretasi audiens atas pesan.
Dikatakan bahwa pluralisme mengakomodir seluruh agama dan sepakat bahwa Tuhan juga hadir dalam agama masing-masing dengan cara yang berbeda. Sehingga perbedaan tersebut dihargai sebagai anugerah dari Tuhan yang perlu dijaga dan dirawat bersama.
Media tidak hanya sekedar memberikan informasi kepada khalayak. Media mampu memberikan pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi khalayak. Selain itu media juga mentransmisikan nilai-nilai tertentu kepada khalayak melalui konten media, sehingga berita yang muncul di media dapat dilihat sebagai teks representasi realitas dari sudut pandang ideologi organisasi media. /fsp